Tuesday 9 August 2011

Normal; Terlalu Relatif Untuk Didefinisikan

Aduh, hari ini gatau de aku ya kena penyakit bosen stadium berapa. Sesek banget uda sama koneksi internet, uda gatau mau buat apalagi, sampe2 hari ini harus dua kali nulis blog, bhaahahaha..
Tapi aku gak ngangkat masalah tentang seberapa bosennya dikantor ini, sekedar sodara2 tau saja, terasa semuanya flat disini. Bak lagit tanpa awan dan bumi tanpa gunung-gunungan. Seremkan?

Okey, lupakan tentang penderitaan aku. Kali ini aku mau cerita tentang masalah Normal atau tidaknya hidup -aku-

“Duh, hidup aku nggak normal kali nih!”
“Ah, kayak ngerti aja artinya normal apaan!”
“ …”

Jujur, secara impulsif, pada momen-momen ngga penting dalam hidup aku, aku seringkali membandingkan apapun yang ada di diri aku dengan apa yang ada pada diri orang lain. Dan dengan bodohnya, perbandingan dengan orang lain itu aku dapat hanya dari pengamatan luar, istilah kerennya mah, dari kulitnya, gaulnya,seksinya, cantiknya. Sedih ya hidup aku? #abaikan

Dalam perbandingan itu, ketika aku temui ada satu aja hal yang ada dalam diri ak berbeda dengan orang lain, akunya langsung merasa hidup aku ngga normal. Ini aku udah cukup memalukan belom sih? #abaikan

Kemudian, aku tiba pada titik (T nya dua ya, bukan tiga. #dijelasin) dimana aku capek terus-terusan di-bully oleh pikiranku sendiri bahwa hidup aku terlalu tidak normal. Ya secara gitu kan, dikit-dikit dibandingin sama orang lain, ya jelas aja banyak banget perbedaannya, makin aja hidup gue ngga norm……ah sudahlah.

Berawal dari sebuah kalimat celetukan teman yang tak terbantahkan pada percakapan diawal tadi. Aku yang tadinya histeris ngga penting langsung terdiam. Ngga pernah terpikirkan sebelumnya untuk sekedar mendifinisikan sebuah kata sederhana yang selama ini aku sebut berulang kali; normal.

Apa sih artinya normal? Menjadi sama dengan jutaan orang lainnya? Segitu kualitatifnya-kah? Lagian, bukankah setiap kita diciptakan dengan keunikan masing-masing? Kenapa giliran sisi unik itu mencuat, malah terlihat tidak normal?

Kenapa di mata aku normal identik dengan apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang? Tapi, ketika sudah terlalu banyak orang yang menyalahi aturan tetep aja tuh pelakunya dianggap ngga normal. Ya contoh deh selingkuh. Kayaknya udah banyak banget ya perselingkuhan mewarnai hubungan sana-sini. Tapi tetep loh, ngga pernah ada anggapan selingkuh itu normal, seberbobot apapun alasan untuk melakukannya.

Pada akhirnya, menjalani hidup secara normal atau tidak adalah pilihan, toh batasannya masih terlalu samar. Kalo nurutin egoisnya gue yang ngga penting ini sih: “Jangan-jangan bukan aku-nya yang ngga normal, tapi hidup kalian yang terlalu normal.”

Cuma segitu yg bisa ditulis, selebihnya gue uda nguap2 sampe banjir 4 ember air mata saking uda malesnya gueh disinee :(

No comments:

Post a Comment