Friday 31 December 2010

first love never dies ??

Kata orang “cinta pertama tidak pernah mati”. Kata orang, kenangan cinta pertama a

kan terus membekas di hati, bahkan apabila kita ternyata “berjodoh” dengan orang lain dan menghabiskan waktu sampai menua bersamanya.

Hmm…

Masa sih?

Memangnya, apa sih spesialnya si “cinta pertama” ini sampai-sampai kita nggak bisa melupakan dia? Apa sih, hebatnya dia?

Trus gimana dengan cinta kita yang sekarang? Pasangan kita saat ini, dia cinta yang keberapa?

Bukan, pertanyaan yang lebih tepat adalah, “berarti kita nggak mencintai dia, dong?”

Berarti dia hanya sekedar status karena hati dan cinta kita masih dan akan selamanya dimiliki sang “cinta pertama”?

Berarti, dia hanya memiliki secuil kasih sayang kita?

Seringkali cinta pertama menjadi sulit dilupakan karena kita memberi label “pertama” pada cinta itu. Manusia sejak kecil tumbuh dengan “budaya” bahwa segala sesuatu yang pertama dianggap spesial.

Pertama kali belajar naik sepeda…

Pertama kali naik pesawat…

Pertama kali dibawa ayah keliling kota naik mobil…

Hari pertama masuk sekolah…

dsb.



Menurut aku, pandangan “cinta pertama tidak pernah mati” itu berlebihan. Sesuatu yang, kita manusia, memolesnya sendiri. Dimanis-manisin. Padahal yang sesungguhnya adalah kita hanya terlalu pengecut untuk mengakui bahwa kita terjebak dan tidak bisa keluar dari masa lalu.

Coba bayangkan, kalau kita sekarang sudah punya pacar atau suami/istri, tapi menurut kita cinta pertama kita (cinta sebelumnya) tidak pernah mati, tidakkah sepantasnya kita bertanya pada diri sendiri…

Apa yang kita lakukan sekarang?

Siapa yang sedang kita bohongi? Diri kita? atau pasangan kita?

Bukankah ini namanya berkhianat?

Bukankah ini sama saja kita menyakiti orang yang menyayangi kita?

Tidakkah kita menyayangi pasangan kita ini?

Atau kita memang sayang, tapi… sedikit?

aku pribadi nggak terlalu yakin cinta pertamaku yang mana. Kalau yang pertama ditaksir sih tau. Dan kalaupun diingat-ingat, pengalaman itu sekarang udah nggak memberi efek perasaan apa-apa. Cuma sekedar ingat. Mungkin lebih tepatnya, ak nggak percaya yang namanya cinta pertama. Karena rasanya tiap jatuh cinta, ini yang pertama. Ketika ak jatuh cinta, hati ak benar-benar buat satu orang saja. Ak merasa dialah masa sekarang dan juga masa depanku. Well, ak memang nggak bisa menjamin masa depan, tapi paling nggak, itulah yang ak rasakan saat sedang jatuh cinta.

Nggak ada tuh, masa lalu membayang-bayangi. Nggak pernah mikirin orang yang pernah ak cintai sebelum dia. Bahkan kalaupun dipaksa mikir, nggak berasa apa-apa, tuh.

Kalau kata film, novel, dan lagu “cinta pertama tidak pernah mati”, ak nggak pernah merasa begitu.

Ak terlalu tidak mengerti dan tidak habis pikir kenapa orang-orang bisa berpikir demikian tentang cinta masa lalu mereka.

Masa lalu harusnya benar-benar menjadi masa lalu. Karena mereka sudah berlalu.

Aku pernah mencintai seseorang dengan teramat sangat, dulu, sebelum hidup akhirnya mengatakan bahwa dia tidak tercipta untuk ak, sebelum akhirnya ak bisa move on sepenuhnya, sebelum akhirnya ak jatuh cinta lagi dengan teramat sangat pula.

Kalau kata film, novel, atau lagu (yang menurut aku berlebihan itu) cinta pertama tidak pernah mati, ah, kata siapa? Setelah kita udah bener-bener move on, perasaan cinta lama hilang nggak berbekas, tuh.

Mungkin orang yang merasa cinta pertamanya tak akan pernah mati hanya sulit sekali melepaskan diri dari masa lalunya.

Perjalanan cinta aku beberapa kali seperti siklus. Dimulai dari rasa ketertarikan, lalu jatuh hati, lalu cinta banget, lalu karena satu dan lain hal, akhirnya patah hati. Setelah bisa menerima keadaan dan move on sepenuhnya, selang beberapa waktu (biasanya cukup lama sampai hati aku benar-benar siap), akupun jatuh cinta lagi. Semua berjalan secara alami. Tanpa dipaksa, tanpa diburu, tanpa terikat masa lalu. Dan setiap kali aku jatuh cinta, aku bener-bener mencintai pasangan aku.

Aku rasa kisah cinta gue akan begitu seterusnya, sampai suatu hari nanti hidup mengantarkanku ke sebuah peristiwa di mana semua “siklus cinta” tadi akan berhenti. Cintaku yang entah ke-berapa itu pun akan menjadi cinta terakhirku. Dan cinta terakhir adalah satu-satunya cinta yang aku percaya tidak akan pernah mati. Cinta sejati.

Lagipula, tidaklah penting siapa yang menjadi cinta pertama, yang paling penting adalah siapa yang menjadi cinta terakhir.

call u, "ilalang"

skarang aku ada di belakang lappy ini dan menulis tentangmu. aku harap qm gak merasa keberatan dengan nama barumu dan semoga qm suka.

Ada cangkir berisi teh rasa lemon di depanku dgn gula yang gg di aduk. Kenapa gak diaduk? aku malas mengaduknya? Biarkan ia larut sendiri. Sama seperti cinta, kadang qt harus biarkan cinta itu larut.

kini ak telah larut ke dalam matamu yang (ak lupa jelasnya itu warna apa) dan bibirmu yang tertawa. aku begitu terbius dengan kata-kata dalam tulisan-tulisanmu, yang begitu indah. Apalagi ketika qm menggambarkan-- ah sudahlah.

Qm tau ak suka hujan, dan aku begitu tergila-gila denganmu-- qm begitu memesonaku. Qm buat aku jatuh cinta lagi terhadap kehidupan, rasa ini membuat aku begitu sembuh --sembuh total.

Hmmn..
aku mau mencinta. Dan qm, tetaplah di sana, tetaplah dengan keberadaanmu, tetaplah seperti sedia kala, seperti sebelum ak menemukanmu di balik rumput hijau.

Lalu, aku memanggilmu ilalang. Klo ditanya? Kenapa aku memanggilmu ilalang. Karena qm tumbuh liar diantara rumput hijau.

qm datang dengan liar lalu memesona. Begitu saja..

Monday 27 December 2010

waktu agak terlambat

waktu mengurai partikel rindu..
layaknya gerbong terbuka yg menumpahkan kabut hitam ke udara..
gerah aku, perasaan selalu memaksaku untuk merindu..
mengiba, sentakkan air mata yg cukup sulit terurai..

mungkin suatu hari aku akan berlalu dan benar2 lupa..
kuharap secepatnya..
kubur semua dalam2
hingga benar tak muncul lagi kepermukaan..

udah cukup!
hilang otak gtw lagi mu buat apa..
intinya "waktu agak terlambat"

Friday 24 December 2010

petrichor

Petrichor itu wangi hujan pertama.
Kalau kau mengaku jatuh cinta dengan hujan, maka kau pasti akan mengenalinya. 
Sebutlah itu adalah aroma hujan, yang bercampur dengan tanah. Atau kau bisa mengoogling sendiri, lalu temukan maknanya di sana.

Waktu aku nulis ini hujan memang sedang turun. Wangi petrichor menyeruak memasuki kamar. Satu hal yang biasanya aku buat wktu hujan yaitu, membuka pintu dan jendela lebar-lebar, supaya ak bisa menatap mereka.

Ya, hanya menatap. aku suka menatap mereka. Aku suka mendengar bunyi gemerincing mereka diantara genteng. Aku suka memejamkan mata  untuk mendengar hujan lekat-lekat. Hal ini kemudian menimbulkan nada sendiri.

Lalu, ak mulai menulis. Menulis apapun yang ak suka. Yang tengah aku pikirkan.

Sebelum menulis ada satu kebiasaan yang sering kali ak lakuin yaitu, bermain-main dengan pikiran . Ada hal yang kini cukup mengganggu, yaitu soal bertumbuh dan menjadi dewasa. Ada kesimpulan yang mendadak hadir di kepala.

Sempat ak liat tweet  "semakin tua semakin jaim. Semakin lupa tuk bermain-main."

Banyak orang ketika bertambah umur semakin jaim, mereka selalu mencoba untuk memberikan nasehat  buat orang lain. Dan sebisa mungkin kata-kata positif yang keluar dari mulut mereka.

Lalu, tiba-tiba aku mulai bosan dengan tubuh orang dewasa itu. Aku merasa orang dewasa itu terlalu banyak pakai topeng. Aku merasa menjadi orang dewasa itu selalu menjaga aturan dan kesopanan dalam berperilaku dan berkelakuan.

Hm.

Lalu, masih dari tweet "semakin dewasa. semakin sok tahu. padahal menerbangkan balon di jalan-jalan pun keindahan. butuh pengetahuan."

Jujurlah, kau pasti pernah bertemu dengan orang ini? atau mungkin orang itu adalah kau?

Kalau saat ini ada yang nanya sama aku, lalu apa sebaiknya yang harus kau lakukan ketika menjadi dewasa.

Bertumbuhlah, tapi jangan dewasa.

Teruslah bermain seperti anak-anak.

Teruslah bermimpi, salah satu mimpiku yaitu: Hei 2011, bawa aku ke tepi pantai dimana hanya ada aku. Aku mau pake gaun renda oranye. Terbangkan balon dengan kaki telanjang.

Saya mulai memejamkan mata. Dalam nama petrichor saya berdoa.

Thursday 23 December 2010

kelak

kalau aku sudah dewasa..
aku ingin menikah dengan kata..
kami tinggal di rumah sederhana..
tiang-tiangnya adalah air mata..
ada huruf, kalimat, paragraf..
duduk-duduk di sekitar halaman..
mereka sedang belajar membaca,
tentang apa itu cinta?
lalu mereka tertawa,
ada pernyataan begini:

“cinta itu bukan kata
cinta itu air mata.”


tapi aku tidak pernah dewasa
aku tidak.