Sunday 14 August 2011

Pasti kutunggu :)

Pasti Kutunggu

Saat di mana akan kukeluhkan rasa sakit di perutku sambil meremas bajumu seperti biasanya, namun kali ini bukan lagi karena masa awal datang bulan yang menusuk-nusuk perutku.

Ini adalah mual-mual

Mual karena telah kau buat masa haidku berhenti untuk sementara waktu



Sembilan bulan sepuluh hari



Selama masa itulah aku tak lagi menggerutu di depan cermin tentang bentuk perutku yang semakin menggendut, seperti yang sebelumnya selalu kulakukan hingga membuatmu bosan.

Atau pipiku yang menggembung seperti bakpao, lenganku yang lemaknya menebal seperti atlet adu panco. (harapku tidak tapi :D)



Seluruhnya akan kuikhlaskan.

Demi sebuah usapan dari tanganmu yang nantinya akan mendarat tepat di atas lengkung perut buncitku untuk merasakan ada denyut nyawa yang iramanya menyatu dengan denyutmu dan denyutku.

Atau senyummu yang nantinya akan kau bentangkan tepat ketika kau letakkan telingamu di lubang pusarku untuk mendengar ada suara apa di dalam situ.



Iya, anak.

Anakmu. Anak kita.

Anak yang akan menyempurnakan peranku sebagai perempuan

Lalu menjadi seorang Ibu.





Dari aku yang selalu ingin membahagiakanmu dengan cara yang halal,

Calon ibu dari anak-anakmu.

Tuesday 9 August 2011

Normal; Terlalu Relatif Untuk Didefinisikan

Aduh, hari ini gatau de aku ya kena penyakit bosen stadium berapa. Sesek banget uda sama koneksi internet, uda gatau mau buat apalagi, sampe2 hari ini harus dua kali nulis blog, bhaahahaha..
Tapi aku gak ngangkat masalah tentang seberapa bosennya dikantor ini, sekedar sodara2 tau saja, terasa semuanya flat disini. Bak lagit tanpa awan dan bumi tanpa gunung-gunungan. Seremkan?

Okey, lupakan tentang penderitaan aku. Kali ini aku mau cerita tentang masalah Normal atau tidaknya hidup -aku-

“Duh, hidup aku nggak normal kali nih!”
“Ah, kayak ngerti aja artinya normal apaan!”
“ …”

Jujur, secara impulsif, pada momen-momen ngga penting dalam hidup aku, aku seringkali membandingkan apapun yang ada di diri aku dengan apa yang ada pada diri orang lain. Dan dengan bodohnya, perbandingan dengan orang lain itu aku dapat hanya dari pengamatan luar, istilah kerennya mah, dari kulitnya, gaulnya,seksinya, cantiknya. Sedih ya hidup aku? #abaikan

Dalam perbandingan itu, ketika aku temui ada satu aja hal yang ada dalam diri ak berbeda dengan orang lain, akunya langsung merasa hidup aku ngga normal. Ini aku udah cukup memalukan belom sih? #abaikan

Kemudian, aku tiba pada titik (T nya dua ya, bukan tiga. #dijelasin) dimana aku capek terus-terusan di-bully oleh pikiranku sendiri bahwa hidup aku terlalu tidak normal. Ya secara gitu kan, dikit-dikit dibandingin sama orang lain, ya jelas aja banyak banget perbedaannya, makin aja hidup gue ngga norm……ah sudahlah.

Berawal dari sebuah kalimat celetukan teman yang tak terbantahkan pada percakapan diawal tadi. Aku yang tadinya histeris ngga penting langsung terdiam. Ngga pernah terpikirkan sebelumnya untuk sekedar mendifinisikan sebuah kata sederhana yang selama ini aku sebut berulang kali; normal.

Apa sih artinya normal? Menjadi sama dengan jutaan orang lainnya? Segitu kualitatifnya-kah? Lagian, bukankah setiap kita diciptakan dengan keunikan masing-masing? Kenapa giliran sisi unik itu mencuat, malah terlihat tidak normal?

Kenapa di mata aku normal identik dengan apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang? Tapi, ketika sudah terlalu banyak orang yang menyalahi aturan tetep aja tuh pelakunya dianggap ngga normal. Ya contoh deh selingkuh. Kayaknya udah banyak banget ya perselingkuhan mewarnai hubungan sana-sini. Tapi tetep loh, ngga pernah ada anggapan selingkuh itu normal, seberbobot apapun alasan untuk melakukannya.

Pada akhirnya, menjalani hidup secara normal atau tidak adalah pilihan, toh batasannya masih terlalu samar. Kalo nurutin egoisnya gue yang ngga penting ini sih: “Jangan-jangan bukan aku-nya yang ngga normal, tapi hidup kalian yang terlalu normal.”

Cuma segitu yg bisa ditulis, selebihnya gue uda nguap2 sampe banjir 4 ember air mata saking uda malesnya gueh disinee :(

Melupakan; Dipaksa Untuk Tidak Ingat?

Yang namanya lupa mah ngga ingat.
Salah satu kalimat klise yang pernah ada di dunia ini. Belom apa-apa udah lebay.

Tapi pada dasarnya memang seperti itu adanya. Lupa adalah keadaan dimana kita tidak ingat akan sesuatu, yang pada umumnya keadaan lupa terjadi dengan unsur ketidak-sengajaan. Lupa mengunci pintu, lupa bawa dompet, lupa waktu, lupa udah punya anak istri. Eh? Loh? :D

Kemudian dengan kreatifitas luar biasa yang kita miliki, manusia merangkai konsep aneh (menurut aku sih aneh) dalam kehidupan yaitu; melupakan. Dengan alasan: banyaknya hal yang serasa ingin sekali tidak mengingatnya, kita berharap bisa memaksa diri untuk lupa. Aneh kan? Lupa kok dipaksa?
Pada umumnya sih hal yang ingin ‘dilupakan’ adalah kenangan buruk.
Tapi, gimana bisa sesuatu yang terjadi dalam hidup kita secara nyata dilupakan begitu saja? Seburuk apapun bentuknya, kenangan terlalu berharga untuk dipaksa pergi dari ingatan kita.

Kenapa harus lupa?
Bukankah mereka yang telah menyakiti hati kita, yang pada akhirnya mengajarkan untuk menjadi lebih kuat?
Bukankah mereka yang pernah menghancurkan kita, yang pada akhirnya menyadarkan bahwa kita masih bisa bertahan dengan kepingan kepingan yang tersisa? *ceilah bahasa gue

Ya pokoknya ya, menurut aku sih ngga pernah benar-benar ada konsep melupakan. Kita hanya bisa secara ikhlas menerima kenyataan bahwa kita sudah bukan lagi bagian dari masa lalu itu. Toh, tidak lagi mengingatnya pun tidak berarti kita berhasil melupakan.